Mengais rejeki dalam kereta
Rabu, November 10, 2010 | Author: Mr.Rofi
Suasana KRL Ekonomi

Sebagai warga ibukota tentunya sudah sangat akrab dengan kondisi semrawutnya lalu lintas yang berakibat pada kemacetan di ruas-ruas jalan. Jika sudah begini maka satu-satunya jalan keluar adalah dengan menggunakan sarana transportasi masal, dan kereta rel listrik (KRL) merupakan salah satu dari moda tersebut. Selain cepat & harga tiket yang cukup murah, KRL juga menghubungkan seluruh bagian wilayah di JABODETABEK, sehingga tak heran apabila masyarakat ibukota lebih suka memilih KRL ketimbang metromini ataupun angkutan yang lain, terbukti dengan penuhnya setiap gerbong kereta saat operasi. Bahkan bukan hanya gerbong saja, atap gerbong pun menjadi tempat bagi masyarakat yang tidak kebagian tempat di dalam. Padahal jika dibiarkan, hal ini akan sangat berbahaya bagi kondisi keselamatan penumpang & tentunya berakibat pula pada kelancaran KRL

Dua bulan terakhir ini sayapun menjadi salah satu dari sebagian masyarakat yang menggunakan jasa KRL tersebut, atau yang biasa kita kenal dengan istilah ROKER alias rombongan kereta,hehe… Kenapa ? pasalnya saat pagi hari sekitar jam 06.00 WIB saya sudah harus berangkat ke kantor di daerah sudirman & budikemuliaan, jakarta pusat sementara sorenya jam 17.00 WIB saya harus kembali lagi ke kampus UG depok untuk kuliah. Sebenarnya saya bisa menempuh perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. namun bila kita lihat faktanya adalah, bahwa setiap jam masuk & pulang kerja, jalur dari Jakarta – depok atau sebaliknya selalu macet, belum lagi capek di jalan. Jadi KRL merupakan satu-satunya tunggangan saya setiap hari,hehe….tapi ada ndak enaknya juga sich, apalagi saat cuaca hujan yang mengakibatkan gangguan signal KRL, sehingga banyak penumpang yang harus terlantar. Pernah kejadian, tepatnya tanggal 20 oktober kemarin saat hujan deras mengguyur wilayah ibukota dan sekitarnya. KRL yang seharusnya berangkat jam 17.50 WIB dari stasiun sudirman, ternyata baru bisa diberangkatkan 3 jam kemudian, hmmm

KRL sendiri ada beberapa macam, mulai dari kelas ekonomi dengan harga ticket Rp. 1.500, ekonomi AC Rp. 5.500 sampai dengan Express Rp. 9.000. kalau saya sich lebih suka yang sedang-sedang saja alias KRL ekonomi AC, tapi kalau pas dapetnya yang kelas ekonomi ya terpaksa harus naik, yang penting sampai tujuan dengan selamat. Dengan harga tiket yang beda tentunya beda pula bentuk service & fasilitas yang diberikan oleh pihak PJKA, ibarat pepatah bilang : “lain lading lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Bila masyarakat bisa merasakan segarnya AC & empuknya kursi penumpang, jangan harap bisa merasakan kondisi yang sama di KRL ekonomi biasa. KRL ekonomi hanya punya AC alias angin candela,hehe… Namanya juga ekonomi, jadi ya seadanya lah,uhuiii…

Bukan hanya udara luar yang berhembus kencang, tapi banyak orang-orang yang mencari nafkah didalam rangkaian gerbong KRL berlalu-lalang, mulai dari pengamen, pengemis, tukang sapu, pedagang asongan, dll. Dan pemandangan ini tentunya sudah menjadi hal yang biasa dalam KRL ekonomi. Seperti yang saya alami kemarin hari minggu tanggal 07 November 2010 saat saya hendak menuju depok dari Jakarta & kebagian KRL ekonomi. Begitu rangkaian KRL memasuki jalur & berhenti, sayapun segera masuk ke dalam gerbong, saya mendapatkan gerbong di tengah-tengah pas. Berangkat dari stasiun gondang dia sekitar jam 08.00 WIB, kondisi saat itu sich cukup lega & tidak terlalu penuh sesak. Maklum lah pas berbarengan hari minggu, jadi banyak penumpang yang libur. Tapi jangan salah lho, bukan berarti golongan pengamen, pedagang asongan dan lainnya ikut-ikutan libur, sepertinya tidak ada kata libur untuk mereka. 

Pengamen KRL
Baru saja saya masuk dan duduk, langsung sekawanan pengamen lengkap dengan alat musiknya, ada gitar, biola, drum kecil dll menjajakan vocal & music mereka di gerbong saya. Keseluruhan penampilannya boleh dibilang enak dilihat & didengar, sepertinya mereka sudah cukup professional & sudah terbiasa, lumayan lah buat hiburan dari pada sepi_hehe. Menyusul di belakang mereka, rombongan pedagang asonganpun meramaikan gerbong kami. Seperti di pasar tradisional, riuhnya suara mereka menandingi suara KRL yang sedang berjalan. Berbagai macam barang & makanan mereka tawarkan, ada yang jualan mainan anak-anak, voucher pulsa, perdana, air minum, snack atau makanan ringan, buah apel, salak, pir, mangga, dan ada juga yang berjualan accesoris cewek, mulai dari jepitan rambut, gelang, kalung dll. Semua saling berebut & bersahut-sahutan saling menawarkan barang jualan mereka, berharap ada penumpang yang mau membeli

Belum juga hilang rombongan pedagang asongan, datang lagi pengamen yang lain. Kali ini dia sendiri, hanya menggunakan gitar saja & bernyanyi solo vocal, dengan membawakan lagu Bintang dari anima, diapun bernyanyi dengan sangat percaya diri, wahh…hebat juga lho, boleh diacungin jempol. Saya saja baru berani nyanyi kalau sedang di kamar mandi,hehe…lanjut lagi pengalaman saya naik KRL ekonomi. Yang membuat saya miris adalah ketika ada anak kecil sekitar usia 6-9 tahunan yang menjual jasa dengan menyapu lantai, bermodalkan sapu yang sudah jelek & beralaskan kaki, diapun membersihkan sampah-sampah yang ada di lantai & dikolong-kolong bangku. Ya Allah, kasihan banget dia, padahal masih kecil tapi sudah terjun langsung di dunia kerja

Ada pula sepasang suami istri tunanetra yang menjadi pengamen juga. Dengan langkah pelan yang tertatih mereka pun melewati setiap penumpang sambil menyanyi, sambil menyodorkan kantong plastic untuk penumpang yang mau memberikan koin-koin rupiah mereka. Speaker kecil lengkap dengan lagu karaoke mereka ikatkan di pinggang & merekapun menyanyi sesuai dengan irama lagu. Suara mereka boleh dibilang bagus lho, ndak kalah sama penyanyi dangdut yang lain, cengkoknya juga dapet ( sok tahu…haha), tapi yang jelas suara mereka enak di dengar


Tanpa sadar ternyata sudah hamper 50 menit perjalanan saya & KRL sudah berhenti di stasiun pondok cina. Kemudian saya meneruskan perjalanan ke kampus E gunadarma di kelapa dua untuk mata kuliah praktikum. Begitulah kira-kira potret kehidupan sebagian orang yang tinggal di ibukota. Kejamnya metropolitan membuat mereka harus bersaing dengan yang lain untuk mencari nafkah di setiap moment & kesempatan yang ada. Tapi satu hal pelajaran yang bisa saya ambil, bahwa kita harus tetap berusaha, bertahan & pantang menyerah untuk menghadapi kerasnya kehidupan ini, seperti lirik lagu d-masive “ tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik” Jangan menyerah !!!!

This entry was posted on Rabu, November 10, 2010 and is filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On 2 April 2012 pukul 17.27 , health mengatakan...

KRL memang penuh banyak cerita :D